Jual Beli Saham dan Obligasi

Jual Beli Saham dan Obligasi

Oleh Ma'aly Syaikh Dr. Umar bin Abdul Aziz Al Mutrok (Rahimahullah)



Bukan perkara yang diragukan lagi bahwa jual beli saham dan obligasi banyak
sekali terjadi dalam praktek muamalah manusia hari ini, bahkan merupakan
amalan yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan bisnis, oleh karena
itu maka kami akan bawakan dalam bahasan kita, definisi keduaya, perbedaan
saham dan obligasi serta hokum jual beli keduanya.

1. Saham

Saham yaitu bagian dari modal pokok perusahaan, baik perusahaan perdagangan,
property, ataupun perusahaan-perusahaan industri, Saham tersebut bisa berasal
dari pemilik perusahaan ataupun pihak lain yang mengadakan perjanjian
kerjasama. Setiap saham adalah komponen modal yang mempunyai nilai sama
(sesuai dengan nilainya, pent).

2. Obligasi

Surat perjanjian (pengakuan hutang) dari bank, perusahaan dan sejenisnya
kepada pemegangnya dengan waktu pelunasan tertentu pula, pada umumnya sesuai
dengan bunga yang ditetapkan dalam akad peminjaman antara perusahaan ,lembaga
pemerintahan, atau perorangan. Terkadang sebuah perusahaan membutuhkan
sejumlah harta (pinjaman) untuk perluasan usahanya, yang dapat dilunasi dalam
waktu yang panjang, sedangkan tidak ada yang dapat memberikan pinjamaan, maka
akhirnya perusahaan itu menawarkan obligasi sejumlah yang dibutuhkan kepada
publik untuk membelinya, dengan memberikan bunga tertentu dalam satu tahun.
Pemilik obligasi mengambil bunga tersebut sampai waktu tertentu (jatuh tempo),
kemudian dikembalikan hartanya kepadanya, dan terus belaku kebiasaan muamalah
dengan obligasi ini, dan dijadikan sebagai ajang jual beli antar individu,
layaknya barang-barang dagangan, maka pembawa obligasi menjualnya kepada yang
lain, kemudian dijualnya lagi kepada yang lain, begitu seterusnya.


Perbedaan Saham dan Obligasi

1.. Saham menggambarkan sebagian dari modal pokok sebuah perusahaan. Pemilik
saham dipandang sebagai pemilik sebagian asset dari perusahaan sesuai dengan
kadar saham yang dia miliki. Adapun obligasi dipandang sebagai hutang
perusahaan, maka perusahaan berhutang kepada pemilik obligasi tersebut.

2.. Obligasi memiliki masa jatuh tempo untuk pelunsan hutang, adapun saham
tidak memiliki kecuali ketika perusahaan tersebut dinyatakan dilikuidasi.

3.. Keuntungan ataupun kerugian pemilik saham tergantung dari prestasi
perusahaan tersebut, tidak ada batasan khusus bagi keuntungan perusahaan,
terkadang untung dengan keuntungan yang besar, dan terkadang rugi dengan
kerugian yang besar. Pemilik saham sama-sama mengambil bagian dalam untung
atau ruginya perusahaan. Terkadang mereka mendapatkan keuntungan yang besar
ketika perusahaan mendapatkan laba yang besar. Dan terkadang pula mereka rugi
ketika perusahaan itu jatuh. Maing-masing mereka menanggung bagian untung atau
rugi.

Adapun pemilik obligasi dia memiliki bunga tetap yang dijamin ketika
peminjaman, yang dapat dilihat dari surat obligasinya, bunga tersebut tidak
bertambah dan tidak berkurang. serta tudak menggambarkan adanya kerugian.
Apabila mereka misalnya meminjamkan (membeli obligasi) seharga 3 Junaih
(ukuran mata uang mesir) bagi setiap 100 junaih. Kemudian perusahaan itu
untung 10 junaih bagi setiap 100 junaih, maka mereka tidak akan mendapatkan
lebih dari bunga yang telah ditetapkan baginya. Sedangkan bagi pemilik saham
mereka akan mendapatkan 10 junaih dari setiap 100 junaih. Dan begitupun
sebaliknya jika perusahaan itu jatuh dan rugi maka para pemilik obligasi akan
tetap mendapatkan bunga yang telah ditetapkan baginya, disaat para pemikik
saham tidak mendapatkan sedikitpun kuntungan bahkan mereka menanggung beban
kerugian


4.. Ketika perusahaan dilikuidasi, maka kedudukan tertinggi ada pada pemegang
obligasi karena dia merepresentasikan hutang perusahaan. Pemegang saham tidak
memiliki hak atas harta perusahaan kecuali setelah ditunaikan semua hutang
perusahaan. Bagi pemegang obligasi berhak untuk menuntut pengumuman kerugian
perusahaan ketika perusahaan tersebut tidak bisa menunaikan kewajibannya
(pailit).


Hukum Jual Beli Saham:


Saham ada dua macam

1.. Saham pada perusahaan yang haram, atau penghasilannya haram seperti bank-
bank yang bermuamalah dengan riba atau perusahaan-perusahaan judi atau tempat-
tempat keji, maka jual beli saham ini adalah haram, karena Allah Ta'ala jika
mengharamkan sesuatu, mengharamkan pula harganya, disamping itu dengan membeli
sahamnya berarti dia telah melakukan kerjasama dalam perbuatan dosa, Allah
Ta'ala berfirman : "Dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan
permusuhan" (Al Maidah :2)

2.. Saham pada perusahaan yang mubah seperti perusahaan-perusahaan dagang yang
mubah atau perusahaan industri yang mubah, maka yang seperti ini dibolehkan
menanam saham padanya, bekerja sama dengannya serta jual beli sahamnya, jika
memang perusahaan tersebut telah diketahui dan dikenal serta tidak ada
penipuan dan ketidaktentuan yang berlebihan padanya, karena saham itu adalah
sebagian dari modal yang akan kembali kepada pemodalnya dengan keuntungan dari
hasil perniagaan atau perindustrian, maka saham seperti ini adalah halal tanpa
ada keraguan padanya.


Hukum Jual Beli Obligasi

Telah jelas dari keterangan yang lalu bahwasanya obligasi hakekatnya adalah
peminjaman dengan membuahkan penghasilan atau bunga, karena obligasi adalah
hutang perusahaan kepada pemilik obligasi yang berhak (sebagaimana perjanjian)
untuk mendapatkan hasil tertentu dari pinjaman itu secara tahunan baik
perusahaan itu untung atau rugi, maka dengan demikian ia masuk dalam lingkup
transaksi riba, oleh sebab itu terbitnya obligasi sejak awalnya adalah
perbuatan yang tidak sesuai dengan syari'at, maka jual belinya tidak boleh
secara syari'at dan bagi pemilik obligasi ini tidak boleh menjualnya.

Tapi bagaimana kalau seandainya obligasi itu berbentuk hutang yang sesuai
dengan syari'at (tidak berbunga-pent) apakah boleh menjualnya?

Jawab:
Ini masuk dalam pembahasan menjual hutang dan itu dibolehkan jika menjualya
kepada orang yang berhutang dengan syarat harus menerima gantinya di majlis
(jual-beli) itu, dengan dasar hadits Ibnu Umar : Dulu saya menjual Unta di
Baqi' dengan uang dinar (uang dari emas), kemudian kami mengambil gantinya
berupa dirham (uang dari perak), kemudian aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam maka beliau menjawab: "Tidak mengapa jika kalian
berpisah dalam keadaan tidak ada sesuatu diantara keduanya" (HR. Abu Dawud,
Nailul Authar 5/157)

Adapun jika dijual kepada selain yang berhutang, maka pendapat yang kuat juga
dibolehkan jika dijual dengan selain uang seperti beras, gandum atau mobil.
Adapun jika dijual dengan uang maka tidak sah karena hakekatnya adalah menjual
uang secara kontan dengan uang yang kredit padahal syarat sahnya penjualan
seperti itu adalah harus saling menerima (taqabuth) uang pada satu majlis jika
jenis uangnya atau mata uangnya berbeda dan jika satu mata uang maka ditambah
syarat yang lain yaitu harus sama nilainya, maka obligasi itu tidak boleh
dijual dengan harga yang lebih rendah, jika dengan harga yang berbeda maka
terjatuh dalam riba fadl dan nasi'ah.


[ Sumber : Ar Riba Wal Mu'amalat Al Mashrafiyah, Karya Syaikh Dr. Umar bin
Abdul Aziz Al Mutrak, hal 369-375 ]

0 komentar: